Kebhinekaan dalam Tafsir Al-Qur’an di Medsos

27 Oktober 2022

Oleh: Ninin Al’ Habibah 

Beraneka ragam, bermacam-macam, banyak adalah makna dari kebhinekaan. Kebhinekaan cenderung lebih tertuju pada nilai nasional, yakni beranekaragamnya suku, ras, agama, budaya, bahasa dan lain-lain yang ada di Indonesia. Berbagai media dari media online maupun media yang berupa buku, majalah, koran pun sudah banyak yang membicarakan mengenai kebhinekaan, salah satunya adalah buku yang berjudul Tafsir Al-Qur’an di Medsos karya Nadirsyah Hosen karya Nadiryah Hosen.

Dalam bukunya, Nadirsyah Hosen menjelaskan mengenai beberapa ayat yang menurut penulis relevan dengan term kebhinekaan, yaitu QS Al-Hujurat ayat 13, QS Al-Fath ayat 29, serta QS Al-An’an ayat 108. Pepatah tak kenal maka tak sayang merupakan pepatah yang menurut Nadirsyah Hosen sangat menggambarkan QS Al-Hujurat ayat 13 tersebut. Dikatakan demkian karena diciptakannya kita berbeda satu sama lain baik dalam hal agama atau kepercayaan, suku, ras, warna kulit, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana cara agar kita bisa mengenal satu sama lain?

Agar perilaku kita tidak seperti katak dalam tempurung tentunya kita harus bergaul dengan berbagai macam anak bangsa. Itulah cara agar kita bisa saling mengenal satu sama lain. Keberagaman diciptakan tak lain adalah untuk membangun peradaban. Dengan saling mengenal perbedaan maka akan tumbuh sikap toleran seta mendapatkan kesempatan untuk belajar saling memahami satu sama lain. Seringkali kesalahpahaman terjadi ketika kita belum saling mengenal perbedaan satu sama lain. Lahir dalam keluarga kaya atau miskin, mempunyai kulit sawo matang atau kuning langsat, lahir dalam agama apa, tentunya kita tidak bisa memilihbya. Keberagaman tidak diciptakan untuk saling meneror, membunuh atau memaksa.

Dalam konteks teori psikologi dan sosiologi QS Al-Hujurat ayat 13 dapat dikatakan sebagai ayat yang modern karena menggunakan bentuk tafa’ala dalam redaksi lita’arafuu yang mempunyai arti saling mengenal, yang fungsinya adalah untuk kerja sama dua orang atau lebih. Selain kita yang mengenal yang lain, tentunya mereka juga harus mengenal kita karena dengan saling berinteraksi pastinya akan melahirkan simpati juga empati. Pun hal yang sama harus dilakukan di media sosial. Jangan karena merasa hanya dihadapkan oleh sebuah telepon genggam, laptop ataupun lainnya lalu kita bisa seenaknya mencaci orang, melontarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas diucapkan, karena itulah awal mula terjadinya konflik dan perpecahan.

Kegagalan memahami pesan yang terkandung dalam QS Al-Fath ayat 29 dapat menimbulkan kesalahpahaman yang menjadikan gesekan sosial di masyarakat yang plurak seperti di indonesia ini. Seperti yang kita ketahui, ada sebagian saudara kita sesama muslim yang memandang non muslim dengan wajah kusam dan menganggap mereka kafir. Bahkan mereka menyalahartikan pesan ayat ini sebagai kewajiban untuk bersikap kasar kepada orang kafir, karena mereka menganggap “keras” sebagai musuh.

Sebab sebagian orang muslim memaknai ayat tidak sesuai dengan konteksnya hanya melihat secara harfiahnya saja, hal ini tentu mengundang rasa curiga dari sebagian saudara-saudara kita yang lain. Mereka beranggapan bahwa semua tindakan yang orang kafir lakukan selalu dianggap salah dan ditolak dan semua  yang tidak benar dari sesama muslim akan selalu terlihat baik dan diterima begitu saja. Padahal konteks ayat tersebut adalah bukan ayat dimasa damai, melainkan konteks saat suasana tegang terjadi. Maknanya, memberlakukan ayat tersebut dalam koneks kehidupan sehari-hari saat berinteraksi sosial tentunya kurang tepat. Nadirsyah Hosen mengemukakan pendapatnya dalam memahami ayat ini yaitu: “ Pada ayat ini Allah seolah hendak mengatakan jangan kalian ribut dan ragu sesama kalian, kalian harus saling berkasih sayang, dan berlemah lembut diantara kalian, dan sifat keras dan tegas itu seharusnya ditujukan kepada orang kafir, bukan kepada sesama kalian.”

Di dalam Tafsir Al-Qur’an di Medsos juga terdapat sub bab yang berjudul Perintah Ilahi: Jangan Memaki Sesembahan Mereka. Dalam sub bab ini yang dikaji adalah QS Al-An’am ayat 108. Pada ayat ini kita diminta agar lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan, agat tidak menimbulkan mudharat yang lebih besar. Bukan hanya dalam hal beragama, dalam urusan berbangsa dan bernegara pun harus demikian karena dapat mencegah terjadinya konflik. Ayat ini berisi larangan agar kita tidak mencaci apa yang menjadi sesembahan yang mereka sembah selain Allah SWT. Jika Allah berkehendak menjadikan mereka semua beriman kepada-Nya, Allah pasti akan melakukannya. Hanya saja, melalui berbeda keyakinan ini Allah sedang menguji hambanya dan mengajak mereka beriman melalui kesadaran akan bukti-bukti yang telah Allah tunjukkan kepada mereka.

Dengan kata lain, jika mencela apa yang mereka sembah walaupun untuk tujuan yang baik karena mengajak mereka beriman kepada Allah SWT, kita bisa menjadi pemicu mereka menjelak-jelekkan dan memaki Allah SWT. Seharusnya dakwah dilakukan dengan baik tanpa saling menjatuhkan agar hasil yang kita petik pun berbuah baik. Tunjukkanlah akhlak yang baik, maka mereka akan memandang Islam adalah agama yang baik. Tidaklah perlu mengolok-olok agama mereka dan menunjukkan keindahan agama kita, tunjukkan saja Islam dengan akhlak mulia kita.

We use cookies to improve our website. Cookies used for the essential operation of this site have already been set. For more information visit our Cookie policy. I accept cookies from this site. Agree